Pertambangan adalah sektor utama industri sumber daya alam di Indonesia. Menurut World Bank (2002) terdapat 56 negara yang merupakan negara pertambangan atau lebih dari seperempat negara bagian di dunia mengandalkan pertambangan sebagai roda perekonomian (Gambar 1). Keterlibatan masyarakat dalam aktivitas kegiatan pertambangan berjumlah 3.9 milyar atau hampir setengah dari jumlah penduduk dunia.
Namun pada kenyataanya, tidak hanya hal baik yang diberikan. Kegiatan pertambangan selalu menimbulkan gangguan bentang alam baik sementara maupun permanen. Oleh sebab itu perlu adanya komitmen pasca pertambangan berupa reklamasi bagi seluruh kegiatan tambang seperti yang telah tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara.
Di dunia pertambangan, kita mengenal reklamasi dan revegetasi, yang mana keduanya berbeda. Pada prinsipnya, reklamasi adalah kegiatan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan serta ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya (Gambar 2). Sedangkan revegetasi adalah usaha memperbaiki dan memulihkan vegetasi yang rusak melalui kegiatan penanaman dan pemeliharaan pada lahan bekas penggunaan kawasan hutan. Singkatnya, revegetasi adalah salah satu kegiatan dari reklamasi yang memiliki cakupan ruang lingkup lebih besar.
Melalui Peraturan Pemerintah Republik Indoneisa No.78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, terdapat prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang meliputi perlindungan kualitas air permukaan, air tanah, air laut, tanah dan udara, perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati, jaminan stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang atau struktur buatan lainnya, pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai peruntukannya, perlindungan terhadap kuantitas air tanah serta memperhatikan nilai sosial budaya setempat.
Pada kegiatan revegetasi, tahapan yang biasanya dikerjakan berupa pembenahan tanah atau lokasi galian pascatambang termasuk persiapan lahan humus untuk kegiatan penanaman, pengajiran, pembuatan lubang tanam, pemupukan, penanaman cover crop, tanaman pioneer, sisipan dan sulaman serta perawatan berkala. Kegiatan Revegetasi ini yang biasanya diserahkan oleh pemegang IUP atau IUPK kepada pihak ketiga. Secara visual (Gambar 3), revegetasi mempengaruhi bentang alam yang sangat luas dari aktivitas pertambangan, maka kegiatan ini menjadi tolok ukur ketercapaian atas jaminan reklamasi yang dilakukan pemilik IUP atau IUPK atas rencana reklamasi yang menjadi komitmen di awal proses pengurusan perizinan. Kewajiban jaminan reklamasi tersebut terdiri dari jaminan tahap eksplorasi dan tahap operasi produksi.
Besaran jaminan reklamasi terdiri atas dua biaya yaitu langsung dan tak langsung (Oktorina,2010). Biaya langsung terdiri atas pembongkaran sarana yang sudah tidak digunakan, biaya penataan lahan seperti penebaran tanah pucuk, pengendalian erosi dan pengelolaan drainase air larian, biaya revegetasi meliputi analisis kualitas tanah, pemupukan, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan perawatan tanaman, biaya pencegahan dan penanggulangan asam tambang (AAT), biaya pekerjaan sipil sesuai peruntukannya dan biaya pemanfaatan lubang bekas tambang. Biaya tak langsung terdiri atas kegiatan mobilisasi dan demobilisasi, administrasi dan keuntungan pihak ketiga sebagai kontraktor, dan kegiatan supervisi. Oleh sebab itu, reklamasi lahan bekas tambang sudah seharusnya dilakukan, mengingat biaya jaminan reklamasi yang diserahkan serta besarnya dampak sosial masyarakat akibat tidak terlaksananya reklamasi.
Informasi lebih lanjut dan layanan kemitraan reklamasi dan revegetasi dapat menghubungi admin@geosriwijaya.com maupun melalui Hotline GN Consulting +62 822-6971-9490/+62 822 8082 8978.
GN Consulting; Professional and Reliable