Pasir kuarsa merupakan komoditas sumber daya geologi yang dinilai memiliki prospek baik kedepannya. Hal tersebut berdasarkan jumlah permintaan pasir yang meningkat dari pasar ekspor seiring dengan semakin gencarnya pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT). Pasir kuarsa berperan cukup signifikan pada pemanfaatan EBT karena menjadi bahan baku pembuatan panel surya, sehingga permintaan pasir kuarsa dari negara produsen komponen panel surya juga turut meningkat. Kondisi tersebut juga dikonfirmasi oleh pernyataan Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI) yang melihat adanya peningkatan permintaan pasir kuarsa dalam 2 (dua) tahun ini, terutama high grade silica yang mengandung silika lebih dari 99,5% dengan kandungan besi yang rendah.
Selain menjadi bahan baku panel surya, pasir kuarsa juga memiliki manfaat yang luas dalam berbagai sektor kebutuhan. Pasir kuarsa dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku keramik, filter air, material sand blasting, serta bahan campuran konstruksi seperti semen, beton, dan genteng metal yang jumlah permintaannya juga tinggi. Publikasi resmi dari salah satu jurnal nasional mencatat bahwa penggunaan pasir kuarsa sebagai bahan baku pengoreksi pada pabrik semen di Sulawesi Selatan rata-rata mencapai 500.000 ton/tahun (Falah dan Muzaki, 2020).
Namun sayangnya tidak semua pasir kuarsa dapat langsung dimanfaatkan pada berbagai kebutuhan sektor industri. Ada beberapa persyaratan teknis yang menjadi acuan dalam klasifikasi pemanfaatan pasir kuarsa yang turut memberikan pengaruh terhadap nilai tambah pasir kuarsa, terlebih lagi untuk kebutuhan pasar ekspor. Pemerintah Republik Indonesia melalui Kementerian Perdagangan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 12 Tahun 2022 yang mengelompokkan produk pasir kuarsa beserta kriteria klasifikasinya sebagai berikut :
Klasifikasi dan kriteria tersebut menjadi acuan bagi pelaku usaha pasir kuarsa dalam mengolah dan mempersiapkan produknya. Tentunya nilai dari setiap kriteria produk pasir kuarsa harus berdasarkan hasil analisis laboratorium terakreditasi. Jika pasir kuarsa yang ditambang oleh para pelaku usaha belum memenuhi ambang batas kriterianya, maka pelaku usaha dapat melakukan pengolahan lebih lanjut seperti pencucian, separasi, hingga penyaringan agar dapat memenuhi ambang batas kriteria dari produk pasir kuarsa yang akan diekspor.
Pendekatan lain yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha adalah menggunakan metode selective mining, sehingga pasir yang ditambang merupakan pasir kuarsa yang memiliki karakteristik sesuai dengan nilai ambang batas kriteria produk pasir kuarsa yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Adapun kelemahan metode selective mining adalah keterbatasan jumlah pasir kuarsa yang diambil, sehingga berpotensi akan kesulitan dalam memenuhi jumlah permintaan pasar.
Mengatasi hal tersebut, maka banyak pelaku usaha pasir kuarsa yang cenderung menggunakan metode pengolahan lanjutan pasca pasir kuarsa ditambang. Pengolahan lanjutan tersebut umumnya berupa penyaringan ukuran, pencucian, dan separasi dari kontaminan. Siklus pengolahan lanjutan tersebut dapat dilakukan secara berulang sampai pasir kuarsa yang diolah memenuhi ambang batas kriteria dan siap untuk diekspor ke pasar internasional.
——
Informasi lebih lanjut dan layanan kemitraan dapat menghubungi admin@geosriwijaya.com maupun melalui Hotline GN Consulting +62 822-6971-9490/+62 822 8082 8978.
GN Consulting; Professional and Reliable